Selasa, 23 Februari 2016

Sore ini, aku duduk di depan sebuah layar berbentuk persegi panjang, menuliskan sepenggal kisah yang aku tak pernah mengerti kemana arahnya. Apakah aku harus protes akan segala sesuatu yang terjadi. Apa aku harus protes dengan apapun yang menyakitkan hati?

Apakah aku harus menuntut sebuah kebersamaan? Apakah aku harus menuntut keterbukaan? Bukankah aku sendiri yang memutuskan untuk menutup diri? Menghindari kebersamaan untuk menikmati kesendirian.

Bukankah aku selalu mengingatkan pada diriku setiap hari bahwa takdir Tuhan adalah yang terbaik? Bukankah setiap hari aku mengajari diriku untuk selalu berprasangka baik pada-Nya? Mengapa sekarang pertanyaan-pertanyaan menyesakkan itu kembali ke fikiranku. Mendesak hatiku untuk menangis.

Seorang bijak berkata padaku, kenangan - kenangan indah ataupun menyakitkan tak seharusnya dilupakan, Bukan melupakan yang jadi masalahnya, karena pada saat kita melupakan suatu hari nanti pasti akan tiba saat kita akan mengingat kenangan itu lagi. Yang terbaik adalah menerima. Jika aku bisa menerima maka aku bisa melupakan, tapi ketika aku tak bisa menerima aku tak akan pernah melupakan. Memeluk setiap kejadian yang terjadi, memeluknya erat. Mungkin awalnya sakit, tapi tak akan lagi sakit, ketika kita sudah terbiasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar