Selasa, 11 November 2025

diary online ku

Di tengah keheningan malam hari ini, kutuliskan apa yang tersirat dalam hati dan terbenak dalam fikiranku. Jika dulu buku-buku diary itu penuh dengan tulisanku, sepertinya sekarang, hanya blog ini yang mampu menjadi teman curhatku. Walau aku tahu, tak akam ada jawaban dari setiap cerita yang akan aku tuliskan di dalamnya, tapi setidaknya, aku punya tempat untuk bercerita. 

Kenapa hanya blog ini? Karena sepertinya, tempat ini yang paling aman, karena tidak ada seorangpun yang mengenal aku, atau sekalipun membaca tulisanku ini. 

Kemana sahabatku dulu yang sering jadi tempat curhatku? Mereka sudah sibuk, dengan hidup mereka sendiri, toh aku juga tidak mau menceritakan bebanku lagi. Aku takut itu akan menambah beban yang harus mereka pikul. Mungkin, sahabatku itu juga sama, tàk lagi mau bercerita tentang hidupnya kepadaku, karena takut akan membebani diriku.

Tahukah kamu diary onlineku, saat ini aku mengetik setiap kata sambil sesekali air mataku menetes. Entah emosi apa yang aku punya, sampai2 belum ada titik masalh yang aku sampaikan, sudah mengalir saja air mata ini...

Oke, sekarang mari kita mulai ceritanya.

Beberapa bulan belakangan ini, aku merasa agak risih dengan sentuhan suamiku. Aku melayaninya di atas ranjang hanya sekedar untuk melaksanakan kewajibanku saja. Rasanya, sudah tak ada gairahku padanya. Entah sejak kapan rasa itu hilang. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, sejak awal aku memang tak pernah menikmati permainannya diatas ranjang, mungkin bisa dihitung jari berapa kali aku menikmatinya, selama 8 tahun masa pernikahan kami. Ternyata tujuanku menikah agar terlepas dari kebiasaan buruk itu tidak bisa hilang, Karena aku tak terpuaskan.

Ada ga ya pernikahan tanpa melakukan adegan ranjang?? Hahaha, hanya orang gila yang begitu sepertinya..

Sepertinya aku sudah kehabisan kata2 untuk malam ini. Next time semoga aku bisa menulis lagi, agar someday, aku bisa baca dan tau apa yang aku pernah rasakan.. selamat malam...

Apakah kamu bahagia??

 Hari ini cukup berat, hingga aku harus mengatupkan bibir dan menutup telingaku. Bertindak seakan tak peduli pada sekitarku. Amarah yang berusaha ku tahan dengan diam. Di hati kecilku ada rasa iba pada 3 buah hatiku. Namun apalah daya, gejolak hati yang tak sanggup kutahan. Beruntungnya tidak sampai meledak. 

Apakah kamu bisa menemukan bahagia bila kamu memilih jalan yang bengkok, alih-alih terpaku pada jalan lurus. 

Sejauh aku berjalan, menginjak usiaku yg ke - 29 tahun, aku terus berusaha patuh. Tak pernah mendengar kata diriku. Aku terlalu takut memberontak, hingga kini aku terjebak.

Bagaimana jadinya jika dulu aku mengambil jalan yang dibenci Tuhan? Apakah akan berbeda hasilnya? Apakah aku akan bahagia.

Apakah saat ini aku sedang mendapat hukuman, atas sikap acuhku pada hati-hati yang mencintaiku, dulu. Tak pernah aku merasakan cinta yang benar-benar membuat hatiku berbunga-bunga. Yang membuat aku rindu jika jauh darinya. 

Bahkan keluarga, aku tak benar-benar merasa mereka ada. Aku seolah-olah terbuang. Dijauhkan dari keluarga diusiaku yang masih sangat muda, dengan alasan takdir dan perbaikan nilai sosial diriku. 

Aku terlahir dengan banyak saudara, tapi tak seorangpun dekat denganku. Seberapa keras aku berusaha mengejar mereka, aku tak pernah sampai pada rasa itu. Waktu telah benar-benar menghapusnya. 

Cintaku pada ayah dan ibuku? Rasanya semua juga semu. Aku tak pernah bisa benar-benar menceritakan semua tentang hidupku pada mereka. Kuhormati mereka hanya karena rasa takutku kepada Sang Pencipta. Rasa rindu itu telah sirna seiring matinya segala rasa dalam diri ini.

Dan kini aku hidup dengan orang yang tak pernah aku kenal dalam hidupku. Hanya dalam hitungan hari aku sudah menjadi istrinya. 

Tahukah kamu, apa yang menjadi alasan aku memutuskan untuk melepas masa lajang ku saat itu?? Aku jengah dengan hidupku saat itu. Aku ingin terlepas dari penjara kehidupan yang membelengguku selama 16 tahun. Aku ingin lari bebas ke alam yang sebenarnya akupun tak tahu. 

Tujuh tahun sudah aku berada di alam yang aku tidak benar-benar mengenalnya ini. Ada tiga jiwa yang mengikutiku kemanapun aku pergi, mengharap cinta dariku, yang sebenarnya akupun tak punya cinta itu. Aku hanya berusaha, tapi aku tau aku belum bisa. 

Ingin rasanya aku menghilang dan tak pernah kembali. Aku ingin berkelana, menikmati desiran angin laut, memandang terbit atau terbenamnya sang mentari. Menatap ombak yang selalu berikan. Aku ingin terlelap dibawah rindangnya pepohonan, sambil dibelai lembutnya angin, diiringi merdunya nyanyian alam.

Aku tak ingin peduli. Aku ingin menikmati diriku sendiri. Aku ingin membahagiakan diriku sendiri, aku ingin mencintai diriku sendiri. 

Karena berharap pada makhluk selain dirimu hanya akan berakhir kecewa. Entah sampai kapan aku bisa bertahan. Aku harap tuhan mengambilku segera. Seringnya, aku tak peduli akhirku nanti, apakah neraka atau surga tempatku...

Aku benci karena aku merindukanmu

 Entah mengapa akhir2 ini, hatiku kembali berdesir ketika mengingat saat-saat first kiss ku. Ahh aku menginginkannya lagi. Aku tau aku salah. Tapi banyak hal yg membuatku menginginkannya lagi, ya dari dia, bukan dari suamiku.

Suami?? Ya. Suami. Sekarang, semenjak 7 tahun lalu, aku sudah menikah. Alhamdulillah, Allah telah kabulkan doaku, doa di ulang tahun ke 21 tahunku. 

24 April 2017, itulah hari pernikahan kilatku. Tanpa perkenalan, tanpa pertemuan, pdkt, pacaran dsb. Hanya 10 hari semenjak pertemuanku dengan suami, langsung semua diproses, tanpa ba-bi-bu lagi.

Pernikahan =  Pelarian

Ada sebuah kalimat yg dulu benar-benar aku pegang dan harus segera aku laksanakan. Kala itu aku dan ibu angkat-ku sering berselisih, entah karena aku yg tidak menuruti perintahnya atau kelakuanku yang tidak sesuai dengan pikirannya. Entah sudah berapa kali aku ingin kabur dari rumah yg dulu aku tinggali. Namun akhirnya tertunda karena aku tak senekat itu.

"Lin, selama kamu masih disini, kamu masih jadi tanggungan ibumu ini. Kalo kamu mau keluar kamu harus nikah dulu, baru ibu mau ngelepas kamu."

Itulah kata2 yang mendasari aku ingin segera menikah. Selain aku juga ingin menyelamatkan diriku dari kebiasaan burukku yang tak mungkin kubagikan kepada siapapun.

Kamis, 11 September 2025

Hal-hal kecil yang mampu membawamu ke masa lalu

Pagi ini, aku terbangun pukul 5 subuh, sehabis wudhu untuk shalat subuh, aku merasakan semilir angin pagi yang sejuk. Tiba-tiba pikiranku melayang ke saat 11 tahun yang lalu. Saat itu aku bersama teman-teman Rohisku, sedang mengadakan tafakur alam, dengan kakak kelasku juga yang jadi crush ku. Saat itu kami dibangunkan di waktu tahajjud, dan tidak tidur lagi, tapi menikmati suasana sepertiga malam, gelapnya langit juga semilir angin yang sejuk. 
 
Ahh aku mengingatnya, saat itu, aku selalu mencari keberadaannya. Aku saaaaaanggat senang, hatiku selalu dibuat berdebar saat melihatnya. Ahh aku rindu masa-masa itu. Aku rindu rasa itu. Aku rindu orang-orang itu. Sesulit apapun aku mencari akun media sosialnya, aku tak menemukan crush ku itu. Ada, tapi udh tidak pernah aktif lagi, jadi tidak ada update-an baru tentangnya. Aku hanya ingin tahu, apa yang sedang dia lakukan, apakah dia sudah menikah, sudah menjadi ayah atau kemungkinan lain yang tak terpikir olehku. 

Aku berharap dia dalam keadaan baik-baik saja. Semoga someday later, i Will know kabar tentang dia... P*tra Pra*Ama Az*zi

Jumat, 05 September 2025

Tuhan, bolehkah aku menyerah??

 Rasanya aku ingin menyerah dengan semua yang ada. Mungkin memang ujianku tak seberat mereka yang ada di bawahku. Entah keinginan ini sudah berapa kali mampir dalam otakku.

Tuhan, apakah aku terlalu egois karena aku memikirkan diriku sendiri? Diriku yang ingin bahagia? Ingin dicintai? Apa tak ada satu orang pun di dunia ini yang mampu membuat hatiku meleleh, membuat aku tersentuh dengan sikapnya, kata-katanya. 

Tuhan, apakah kesabaran ku memang harus selalu kau uji? Maaf jika aku pernah berburuk sangka akan takdirmu. Aku yang menyalahkan-Mu dengan takdir yang aku miliki. 

Kenapa aku harus hidup jauh dari keluargaku, dari orangtuaku, dari saudara-saudara ku?

Kenapa aku harus hidup bersama orang yang sangat sering menyakitiku baik dengan sikap maupun kata? Walaupun disisi lain mereka juga menghidupi dan membesarkan aku, memberiku kemewahan.

Lantas, setelah menikah, apakah aku harus terus bersama orang yang tak pernah aku cintai dari pertama kali dia menyentuhku. 

Sudah 8 tahun lamanya kami bersama, dalam satu atap, dalam satu ranjang. Namun hanya air mata yang sering tumpah, tangis yang tak terdengar, sepi yang sering melanda. 

Sampai dari dalam benakku, muncul pertanyaan, apakah aku harus hidup selamanya bersama orang ini??

Tuhan, Engkau pasti tahu, apa niat dalam hatiku saat aku memutuskan untuk mengakhiri masa lajang ku. Aku ingin terbebas dari rumah yang dulu ku anggap penjara, aku ingin menjaga Marwah ku sebagai wanita, dengan menikahi siapa yang datang paling cepat kepadaku. 

Aku tak memikirkan hawa nafsuku, harus menikahi orang yang kaya, berpendidikan tinggi, rupawan. Tapi aku menikahi orang yang mempunyai latar agama yang bagus, sesuai dengan apa yang Nabi-Mu sabda kan. Walau raut wajahnya bukan seleraku, umurnya pun jauh dari diriku, tapi aku membuat keputusan besar sendirian. Karena tiada satupun orang yang mampu membuatku mempercayai mereka.

Tuhan, apakah Engkau mengkhianati keyakinanku pada-Mu? Aku yang yakin bahwa dengan mengikuti jalan-Mu semua akan baik-baik saja. Namun, apa yang terjadi dengan diriku saat ini sangat bertolak belakang dengan keyakinan itu. 

Tuhan, aku juga ingin bisa bermakna dengan ayahku, menceritakan semua gundah gulanaku. Tuhan, aku ingin pulang, aku ingin menjemput bahagiaku. 

Tuhan, pangeran itu menyakitiku.

Dia tak mampu memberiku harta, juga kasih sayangnya. 

Dia menyia-nyiakan semua jerih payahku. 

Tak pernah ada kata terimakasih untukku. 

Tuhaaaaan, aku harus bagaimana.

Aku tak akan pernah Sudi meminta untuk dipersatukan lagi dengannya di akhirat nanti.


Jumat, 30 Mei 2025

Sakit

 Hari ini aku mendapat kalimat yang membuat hatiku sedikit teriris, apalagi kalimat itu keluar dari mulut buah hatiku sendiri. 

"Enakan sendiri, ga ada orangtuanya, bebas. " 

Oh tuhan, seketika hatiku langsung berfikir, apakah segitu tertekannya anakkua terhadap keberadaanku. Apakah lebih baik aku pergi saja dari hidup mereka? Tahukah mereka aku telah berjuang sebaik yang aku bisa. Menahan segala amarah dari setiap masalah yang ada.

Kalo bisa dan kalo boleh aku ingin pergi. Terlintas dibenakku, apakah lebih baik jika aku pergi ke Bintara, membawa anakku yang paling kecil, atau tidak sama sekali. Aku ingin sendiri lagi. Toh suamiku juga dari awal ingin mempunyai "mbok nom", dan selama ini aku pun sudah mencoba sekuat tenagaku bertahan. Jika tidak ada yang mampu menahan ku, entah anak-anakku atau bahkan suamiku. Aku ingin pulang saja. Mengabdi untuk orangtuaku di Lampung. 

Atau aku harus menunggu takdir Tuhan??

Rabu, 28 Desember 2016

Kutuliskan curahan hati yang mengganjal hari-hariku, yang membuat hati hampa, yang menghantui benak di setiap detik, yang menghilangkan senyum bahagia, menghadirkan tatapan nanar tanpa arti.

bagaimana? Mengapa? ada apa? 

Ya Allah, sang pemilik jiwaku, sang pemilik hatiku. Engkau yang lebih tahu apa yang terjadi dengan diriku. Bahkan aku tak tahu apa yang sedang kuinginkan. 

Ya Allah, kehampaan apa yang sedang kualami? Kegalauan apa yang melanda hari-hariku?
Hari-hariku tanpa nyawa, aku bagaikan mayat hidup yang bergerak kesana kemari tanpa jiwa. 

Aku merasa jengah, lelah, lariku bagai langkah tanpa arah. 
Aku lelah terus mengejar dunia tanpa tujuan. 
Aku lelah terus berdiri, berpura-pura baik saja. 
Aku ...
Aku kehilangan kata-kata.
Aku tak ingin masa mudaku berakhir begitu saja
Tanpa warna yang meninggalkan kesan berarti

Allah, tolong aku
Aku tak tahu harus meminta pada siapa
Allah, kemana aku harus mengadu
Allah, aku yakin Kau dengar jerit hatiku

Allah, kuingin jalani masa mudaku dengan jiwaku
Aku tak ingin lagi memakai topeng kepura-puraan
Allah, jangan biarkan aku sia-siakan waktuku
Karena sungguh, berat pertanggungjawabanku di hadapan nanti

Allah, Engkau-lah penolong kami
Engkau lah penolongku, segalanya untukku.
Tolonglah aku, bantu aku. 
Kemana lagi aku berharap, meminta, mengadu
Hanya kepada-Mu ya illahi Rabbi